Berawal dari Buku Cergam Bilingual
Sejak kecil ibuku Marissa Haque rajin menjejali aku dan adikku – kami hanya berdua perempuan semua (Chikita Fawzi namanya) – dengan berbagai buku bilingual (dwi bahasa Indonesia-Inggris). Kebetulan disaat itu Ibu Icha (demikian nama panggilan kesayangan kami untuknya) sedang menyelesaikan pendidikan master pertamanya di Universitas Katolik Atmajaya Jaya dengan jurusan Psiko-linguistik dengan Kekhususan Bahasa Inggris untuk Pendidikan Anak-anak Cacat/Tuna-rungu. Disaat itu aku dan adikku sangat ingat bagaimana Ibu Icha menabung setiap sepluhan ribu honor main film-nya serta menjadi model foto majalah serta iklan yang kemudian menjadi sisa anggaran belanja dapur rumah kami agar dapat membeli multi-vitamin dan minyak ikan Scotts Emoltion serta buku cergam dua bahasa. Seingatku pula, yang paling sering dibawa pulang buku-buku terbitan Mizan Publisher, Bandung. Bahkan ada tokoh kartun seekor kucing kecil cerdas dan jenaka bernama Si Mio yang tak pernah kulupakan coretan buah karya Kak Andi Yudha sang ilustratornya.
Puisi Awal Temuan Bunda Neno Warisman
Setiap pertemuan dengan banyak teman-temannya ada yang selalu kuingat dari Ibu Icha adalah selalu bercerita membanggakan salah seorang kawan karibnya yang bernama Neno Warisman – seorang aktivis pendidikan dunia anak yang sekaligus penyanyi terkenal itu. Ibu Icha selalu menyatakan bahwa tanpa temuan Bunda Neno atas puisi karyaku didalam serbet kertas untuk tamu itu disalah satu tong sampah kering didapur listriknya, Ibu Icha tidak mungkin dapat mengetahui bakat keberbahasaanku. Bahkan Ibu Icha selalu mendoakan agar disuatu saat setelah dewasa kelak aku mampu actual dibidang Seni Sastra dan Bahasa termasuk dunia ajar-mengajar terkait dengan languages. Secara bercana Ayah Ikang dan Mama Uttie sering ‘mengolok’ sayang agar kelak aku dapat kesempatan memenangkan hadiah Nobel dibidang Sastra untuk Indonesia…
Kuliah di FIB-Universitas Indonesia
Menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia adalah mimpi besarku saat duduk dibangku SMU Bhakti Mulia, Jakarta Selatan. Aku melihat Ayah Ikang Fawzi-ku tercinta sangat dibanggakan kedua orangtuanya disaat masih hidup karena sekeluarga besarnya sebagian besar alumni UI. Ayah Ikang sendiri adalah alumni FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, Uwak Ade Fawzi lulusan Fakultas Teknik Arsitektur-UI, dan Bi Didang adalah lulusan Fakultas Psikologi-UI, hanya Mama Uttie kakak tertua Ayah Ikang yang lulusan Akademi Sekretaris di Tokyo, Jepang disaat mereka tinggal di Negeri Sakura tersebut. Walau Mama Uttie Tangkau-Fawzi bukan lulusan UI, namun kemampuan Bahasa Jepang dan Perancis-nya luar biasa anggun serta lancar dimana sejak saat kecil aku selalu terpesona menyaksikannya. Ibu Icha menyatakannya sebagai eloquent begitu. Jadi bukan sekedar fluent semata. Tak ketinggalan tentunya faktor penentu dari Kakekku tercinta yang baru saja almarhum yang bernama Fawzi Abdulrani yang mantan Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh dizaman Presiden Soeharto. Dato’ Fawzi – demikian kami memanggilnya sayang – adalah inspirasiku pertama dan utama. Berbahasa dengan santun serta ‘berisi’ dengan gesture tubuh (semiotika) yang berkelas ditambah semantika yang advance menjadi tuntunan sampai aku lulus dari FIB-UI awal tahun ini. Walau Dato’ Fawzi telah tiada, namun spirit kemampuan diplomasi dan keberbahasaannya tertanam subur didalam diriku. Proses internalisasi kemampuan berbahasa tersebut aku rasakan sebagai sedikit kemewahan hidup titipan Allah didalam kehidupanku didunia ini. Terimakasih banyak Ya Allah…
Menjadi Ibu Guru PAUD
Atas jasa beberapa teman mantan finalis Abang-None Jaksel kemarin, aku mendapatkan kesempatan menjadi ibu guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau aku sering mengungkapkannya sebagai Early Child Education. Aku sangat menikmati peran pada target hidup anatarku ini. Memang menjadi Ibu Guru PAUD bukanlah target akhir hidupku nanti. Ada entry point lain yang ingin kujajaki, yaitu menjadi anchor atau pembawa acara ditelevisi. Karenanya sekarang ini aku sedang serius melakukan persiapan memasuki wilayah FISIP-UI dijurusan Komunikasi. Aku sangat ingin menjadi ahli komunikasi. Kata banyak orang kalau aku berbicara dalam Bahasa Inggris baik dan benar, termasuk juga Bahasa Mandarin-ku bahkan walau belum terlalu lancar sebenarnya.
Disaat mengajar menjadi Ibu Guru PAUD, kesabaranku benar-benar terasah. Awalnya aku agak bingung juga menghadapi alam pikir bawah sadar para batita tersebut (bawah tiga tahun). Mereka seakan memiliki dunia tersendiri yang mungkin kupikir sulit untuk ditembus. Namun semakin lama dengan bertambahnya jam terbangku mengajar, aku semakin enjoy dan teramat-sangat menikmati pekerjaan pada target antaraku ini. Rupanya kesenangan mengajar rakyat yang termarjinalkan semacam kelompok masyarakat diffable tunarungu dari Ibu Icha – bahkan saya sering mengikuti Ibu Icha saat Pilkada Banten kemarin dikampung Mbah Yuya-ku di Lebak dan Pandeglang, Banten mengajar masyarakat miskin yang memakan nasi aking dengan berdoa dalam Bahasa Indonesia-Arab-Inggris. Uniknya, dengan kesabaran tinggi para ‘murid’ Ibu Icha tersebut mampu menyerap apa yang diajarkannya walaupun santai kesannya sembari bercanda namun sebenarnya fokus dan serius.
Ibu Icha dan Ayah Ikang serta seluruh keluarga besar Fawzi dan Haque adalah sinar matahari pagiku… inspirasiku yang sangat luar biasa… selamanya… sampai hayat dikandung badan. Apa yang telah mereka wariskan padaku, hari ini aku wariskan ulang kepada para murid-murid kecil-ramai-menyenangkan ini. Kata Ibu Icha itulah bakti kita kepada ummat dan Indonesia. Terimaksih Ibu Icha… terimakasih Ayah Ikang… terimakasih Dato’ Fawzi Abdulrani yang selalu kucintai…
Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahiiiiim..., alhamdulillahirrabilalamiiin…
Sejak kecil ibuku Marissa Haque rajin menjejali aku dan adikku – kami hanya berdua perempuan semua (Chikita Fawzi namanya) – dengan berbagai buku bilingual (dwi bahasa Indonesia-Inggris). Kebetulan disaat itu Ibu Icha (demikian nama panggilan kesayangan kami untuknya) sedang menyelesaikan pendidikan master pertamanya di Universitas Katolik Atmajaya Jaya dengan jurusan Psiko-linguistik dengan Kekhususan Bahasa Inggris untuk Pendidikan Anak-anak Cacat/Tuna-rungu. Disaat itu aku dan adikku sangat ingat bagaimana Ibu Icha menabung setiap sepluhan ribu honor main film-nya serta menjadi model foto majalah serta iklan yang kemudian menjadi sisa anggaran belanja dapur rumah kami agar dapat membeli multi-vitamin dan minyak ikan Scotts Emoltion serta buku cergam dua bahasa. Seingatku pula, yang paling sering dibawa pulang buku-buku terbitan Mizan Publisher, Bandung. Bahkan ada tokoh kartun seekor kucing kecil cerdas dan jenaka bernama Si Mio yang tak pernah kulupakan coretan buah karya Kak Andi Yudha sang ilustratornya.
Puisi Awal Temuan Bunda Neno Warisman
Setiap pertemuan dengan banyak teman-temannya ada yang selalu kuingat dari Ibu Icha adalah selalu bercerita membanggakan salah seorang kawan karibnya yang bernama Neno Warisman – seorang aktivis pendidikan dunia anak yang sekaligus penyanyi terkenal itu. Ibu Icha selalu menyatakan bahwa tanpa temuan Bunda Neno atas puisi karyaku didalam serbet kertas untuk tamu itu disalah satu tong sampah kering didapur listriknya, Ibu Icha tidak mungkin dapat mengetahui bakat keberbahasaanku. Bahkan Ibu Icha selalu mendoakan agar disuatu saat setelah dewasa kelak aku mampu actual dibidang Seni Sastra dan Bahasa termasuk dunia ajar-mengajar terkait dengan languages. Secara bercana Ayah Ikang dan Mama Uttie sering ‘mengolok’ sayang agar kelak aku dapat kesempatan memenangkan hadiah Nobel dibidang Sastra untuk Indonesia…
Kuliah di FIB-Universitas Indonesia
Menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia adalah mimpi besarku saat duduk dibangku SMU Bhakti Mulia, Jakarta Selatan. Aku melihat Ayah Ikang Fawzi-ku tercinta sangat dibanggakan kedua orangtuanya disaat masih hidup karena sekeluarga besarnya sebagian besar alumni UI. Ayah Ikang sendiri adalah alumni FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, Uwak Ade Fawzi lulusan Fakultas Teknik Arsitektur-UI, dan Bi Didang adalah lulusan Fakultas Psikologi-UI, hanya Mama Uttie kakak tertua Ayah Ikang yang lulusan Akademi Sekretaris di Tokyo, Jepang disaat mereka tinggal di Negeri Sakura tersebut. Walau Mama Uttie Tangkau-Fawzi bukan lulusan UI, namun kemampuan Bahasa Jepang dan Perancis-nya luar biasa anggun serta lancar dimana sejak saat kecil aku selalu terpesona menyaksikannya. Ibu Icha menyatakannya sebagai eloquent begitu. Jadi bukan sekedar fluent semata. Tak ketinggalan tentunya faktor penentu dari Kakekku tercinta yang baru saja almarhum yang bernama Fawzi Abdulrani yang mantan Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh dizaman Presiden Soeharto. Dato’ Fawzi – demikian kami memanggilnya sayang – adalah inspirasiku pertama dan utama. Berbahasa dengan santun serta ‘berisi’ dengan gesture tubuh (semiotika) yang berkelas ditambah semantika yang advance menjadi tuntunan sampai aku lulus dari FIB-UI awal tahun ini. Walau Dato’ Fawzi telah tiada, namun spirit kemampuan diplomasi dan keberbahasaannya tertanam subur didalam diriku. Proses internalisasi kemampuan berbahasa tersebut aku rasakan sebagai sedikit kemewahan hidup titipan Allah didalam kehidupanku didunia ini. Terimakasih banyak Ya Allah…
Menjadi Ibu Guru PAUD
Atas jasa beberapa teman mantan finalis Abang-None Jaksel kemarin, aku mendapatkan kesempatan menjadi ibu guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau aku sering mengungkapkannya sebagai Early Child Education. Aku sangat menikmati peran pada target hidup anatarku ini. Memang menjadi Ibu Guru PAUD bukanlah target akhir hidupku nanti. Ada entry point lain yang ingin kujajaki, yaitu menjadi anchor atau pembawa acara ditelevisi. Karenanya sekarang ini aku sedang serius melakukan persiapan memasuki wilayah FISIP-UI dijurusan Komunikasi. Aku sangat ingin menjadi ahli komunikasi. Kata banyak orang kalau aku berbicara dalam Bahasa Inggris baik dan benar, termasuk juga Bahasa Mandarin-ku bahkan walau belum terlalu lancar sebenarnya.
Disaat mengajar menjadi Ibu Guru PAUD, kesabaranku benar-benar terasah. Awalnya aku agak bingung juga menghadapi alam pikir bawah sadar para batita tersebut (bawah tiga tahun). Mereka seakan memiliki dunia tersendiri yang mungkin kupikir sulit untuk ditembus. Namun semakin lama dengan bertambahnya jam terbangku mengajar, aku semakin enjoy dan teramat-sangat menikmati pekerjaan pada target antaraku ini. Rupanya kesenangan mengajar rakyat yang termarjinalkan semacam kelompok masyarakat diffable tunarungu dari Ibu Icha – bahkan saya sering mengikuti Ibu Icha saat Pilkada Banten kemarin dikampung Mbah Yuya-ku di Lebak dan Pandeglang, Banten mengajar masyarakat miskin yang memakan nasi aking dengan berdoa dalam Bahasa Indonesia-Arab-Inggris. Uniknya, dengan kesabaran tinggi para ‘murid’ Ibu Icha tersebut mampu menyerap apa yang diajarkannya walaupun santai kesannya sembari bercanda namun sebenarnya fokus dan serius.
Ibu Icha dan Ayah Ikang serta seluruh keluarga besar Fawzi dan Haque adalah sinar matahari pagiku… inspirasiku yang sangat luar biasa… selamanya… sampai hayat dikandung badan. Apa yang telah mereka wariskan padaku, hari ini aku wariskan ulang kepada para murid-murid kecil-ramai-menyenangkan ini. Kata Ibu Icha itulah bakti kita kepada ummat dan Indonesia. Terimaksih Ibu Icha… terimakasih Ayah Ikang… terimakasih Dato’ Fawzi Abdulrani yang selalu kucintai…
Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahiiiiim..., alhamdulillahirrabilalamiiin…
Aduh mbak,aq jd terharu bgt nih.Sampe netes nih air mata.Aq selalu ngikutin berita tentang Ibu Icha ma Ayah Ikang mulai nikah,punya anak sampe sekarang.Seneng bgt ngliat mbak Bella dah tumbuh dewasa seperti sekarang dan jd anak jaman sekarang bs jd kebanggaan Ayah-Ibu.Moga2 anakku bs kyk mbk...Amin
BalasHapusSalam kenal dari ibunya Bella mbak Maharani.
BalasHapusInsya Allah mbak akan lebih kok. Kami biasa-biasa saja kok mbak... Hanya mengalir dengan hatu nurani. Hanya itu...
Salam kasih, Marissa Haque.
http://positifmarissa.blogspot.com/
Assalamu'alaikum
BalasHapusNamaku Dinni dan aku bekerja sebagai Guru SD di salah satu sekolah swasta di Kota Gresik...
Mbak, aku suka sekali dengan dunia PAUD, semenjak penelitianku saat skripsi di jurusan informatika yang sedikit mengupas masalah pendidikan anak, aq jadi tambah ingin tau dan ingin tau...
Tapi pernah ga terbesit bahwa kenapa di Indonesia anak-anak yang bisa mendapatkan pendidikan di usia Dini masih tergolong anak-anak yang High dalam perekonomian??dan masih di anggap tidak penting bagi masyarakat qta??padahal kita jangan sampai kehilangan "masa emas" anak-anak Indonesia..
Setuju Ibu...anda mulia sekali. Salam kasih dari kami sekeluarga di Pelangi Bintaro, Tangerang Selatan.
BalasHapus(Pesan Kami untuk Bunda Christine Panjaitan di http://saran-rekonsiliasi.blogspot.com).
BalasHapusTante Christine Panjaitan itu ternyata sangat cerewet dan heboh banget ya? aku jumpa di UI saat ILUNI shooting buat Metro TV kemarin dulu. Terus ringkih dan kuyu pakai kaos warna hitam dongker. Kenapa ya seprtinya dia nggak ada semangat hidup deh sakit kanker ya?
kpn Mba Bela mau wawancarai ka Christine Panjaitan ? salam kenal & salam hangat sampaikan untk kak Christine, sy penggemar baru nya. kerajingan nonton musik Kak Christine, she is beautiful and amazing voice, ...my favorite video "Jingga", "Eme ni Simbolon", Bukan Empat Mata Christine P, cantik & Melankolis Zona memori. she is the best ….
BalasHapusMesranya euy! Mbak Icha dan mas Ikang adalah artis terfavorit saya sejak SD, sumpah! yang lainnya lewaaaat...
BalasHapusDiduga Berantas Korupsi hanya RETORIKA Belaka
BalasHapusCatatan dari menonton Metro TV hari ini:
Kini ada 12 INPRES untuk urusan Mafia Pajak Gaqyus Tambunan. Pendapat lugas dan cerdas disuarakan oleh Dr.Zaenal Arifin Muchtar dari UGM (Ketua PUKAT FH UGM) di Yogyakarta, dalam sebuah wawancara jarak jauh dan life. Menurutnya, komitmen dari Leader tidak ada atau diduga "tidak mampu", dengan pertimbangan kenyataan lain di lapangan yang tersaksikan masyarakat sebagai: (1 )tidak berani; (2) tidak tetap hati; dan (3) tidak mau.
Kemampuan manajerial birokrat yang tak berkomitmen harus disegerakan untuk DIPANGKAS oleh Presiden RI. Kemampuan manajerial sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan cq Presiden RI yang intelektual berkelas Doktor harus mampu menggantikan mereka berdasarkan hasil pembobotan HR Scored Card berbasis Merit Based System.
Menurut Dr. Rizal Ramli adalah bahwa Demokrasi Kriminal Indonesia terbajak sistem Politik dan Leadership lemah karena dugaan sang Leader yang tidak bersih (Metro Hari Ini, Pk 18.20)
Hebat Keluarga Bunda & ayah Asuh kami ini. baca deh... nggak ada matinya!
BalasHapusFwd> "Musik, Film, Sastra, dan Linguistik"
Banyak teman infotainment menanyakan kepada kami berdua, seperti apa sih macam atau bentuk manajemen keluarga kami? Maka... inilah salah satu jawaban ata pertanyaan tersebut diatas, bahwa dunia asli keluarga Ikang Fawzi dan Marissa Haque yang juga diisi oleh Isabella Fawzi & Chikita Fawzi adalah: (1) musik; (2) film; (3) sastra; dan (4) linguistik.
Sumber: http://ikangfawzi-musik-medan.blogspot.com
Ayo dong lagu lagu cinta bang Ikang Fawzi untuk istrinya Marissa haque dimunculkan di zona Memori. Katanya mereka berdua sedang menulis buku tuh tentang karya kreatif Bang Ikang. Salut dan ditunggu ya?
BalasHapusSuara Rakyat di Infokorupsi.com
BalasHapusHarapan publik agar Istana ikut campur menyelidiki rekening mencurigakan sejumlah perwira pupus sudah. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum bentukan SBY memutuskan tidak terlibat. "Masalah itu sudah ditangan Kapolri sendiri. Saya kira masalah intern. Saya kira kita tidak akan ikut campur masalah ini," ujar Kuntoro Mangkusubroto (Sumber: Suara Rakyat di Infokorupsi.com. Jakarta, 1 Juli 2010)
Sumber:http:marissa-haque-islam.blogspot.com
Kenapa Membiarkan Indonesia memiliki 'Nilai Tambah' pada Bidang Korupsi?: dalam Marissa Haque
Ikang Fawzi & Marissa Haque lebih OK Christine Panjaitan ke laut ajah!
BalasHapusAssalamu Alaikum WR. WB.
BalasHapusSalam Kenal buat Keluarga Mba Isabel, kelurga yang sakinah, warahma mawaddah....
salam kenal kak.. aku sangat senang ngelihat kakak, salam untuk om Ikang ya, dari si kecil hitam Siti...
BalasHapus